Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Setiap kali kaum muslimin berkumpul bersama Nabi di rumah Zaid bin Arqam, mereka datang ke rumah itu secara diam-diam. Apabila diketahui oleh kaum Quraisy, orang itu akan segera disiksa, terlebih lagi par budak. Di antaranya yang terkenal akibat siksaan itu adalah Bilal bin Rabah. Berhari-hari ia dijemur di bawah terik matahari di tengah padang pasir. Selama itu, dia tidak diberi makan dan minum. Tubuhnya dicambuk berkali-kali. Bahkan, dalam keadaan seperti itu, perutnya ditindih dengan batu besar. Siksaan itu dilakukan di depan mata banyak orang. Setiap orang lewat, pasti akan berhenti melihat keadaan Bilal, budak hitam dari Habasyah yang sudah memeluk Islam.
Majikan Bilal bernama Abal Hakam. Ia sangat tidak senang atas Islamnya Bilal. Karena itu disuruhnya Bilal mencerca Nabi dan kembali menyembah berhala. Namun, Bilal tidak mau ingkar meskipun dia disiksa sedemikian rupa. Bahkan Bilal senantiasa berbicara dengan suara yang sangat lemah, ”Ahad … Ahad …Allahu…Ahad….” Begitulah seterusnya hingga Bilal ditebus oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Hal serupa juga dialami oleh Kaum Muslim yang lain. Yasir beserta isteri dan anaknya, Sumayah dan Ammar, juga mengalami nasib yang sama. Akan tetapi, ketiganya tetap bertahan dalam Islam meskipun disiksa. Akhirnya Sumayyah dibunuh. Dia menjadi perempuan Muslimah pertama yang mati syahid dalam membela ajaran Islam. Yasir juga dibunuh. Tinggallah Ammar sendirian. Dia dibebaskan setelah berpura-pura ingkar. Ammar pun selamat. Pada waktu itu, umat Islam tidak berani melawan sebab jumlah mereka masih sangat sedikit.
Menyaksikan keadaan itu, para pembesar Quraisy takjub. Mereka sangat kagum atas ketabahan kaum Muslim yang disiksa. Lalu, mereka bertanya-tanya, ”Apakah gerangan yang membuat orang-orang itu menjadi sangat teguh memegang pendiriannya?”
Setiap orang berusaha mencari jawaban sendiri-sendiri. Banyak pendapat yang dikemukakan, tetapi masing-masing tak merasa puas dengan jawaban-jawaban itu. Karena itu, secara sembunyisembunyi akhirnya setiap orang memutuskan untuk menyelidiki ajaran Muhammad. Mereka ingin mendengar Al-Quran dibacakan dan ingin mengetahui tuntunan yang diajarkan Al-Quran.
Setiap lewat tengah malam, para tokoh Quraisy itu merayap mendekati dinding rumah Nabi. Mereka mengintip dan melihat Nabi sedang bershalat. Mereka memperhatikannya dengan sungguhsung-guh, tak berkedip.
Tak lama kemudian, mereka mendengar suara Nabi mengaji. Orang-orang yang mendengarnya sangat kagum. Mereka terbuai dalam alunan suara Nabi yang memesona.
Sebelum fajar menyingsing, mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu dan pulang. Meskipun sebenarnya, mereka masih ingin mendengar lebih banyak.
Keesokan harinya tak seorang pun bercerita kepada yang lain tentang pengalaman masing-masing. Diam-diam setiap orang di antara mereka menunggu datangnya malam. Kejadian tersebut terulang kembali.
Suatu kali Umar bin Khattab merayap di malam buta mendekati rumah Nabi. Umar adalah tokoh Quraisy yang sangat keras. Beliau berperangai kasar dan mudah naik darah. Umar juga dikenal sangat tegas dan tak kenal kompromi. Para pemuka Quraisy yang lain sangat menaruh hormat kepadanya. Dia disegani oleh kaum Quraisy dan sangat ditakuti oleh lawan-lawannya.
Kaum Muslim sendiri pada waktu itu sangat takut kepadanya. Orang-orang Islam selalu berusaha menghindar darinya. Mereka takut kalau-kalau Umar menyiksa mereka karena mereka telah memeluk agama Islam.
Tatkala sampai di rumah Nabi, Umar bin Khattab menempelkan telinganya ke dinding rumah itu. Didengarnya Nabi sedang khidmat membaca Al-Quran. Suara beliau yang merdu menembus keheningan malam. Rembulan dan bintang-gemintang menjadi saksi atas kebenaran ayat-ayat Allah yang mulia itu.
Terasa terasa, Umar hanyut dalam keasyikan yang mendalam. Dia kagum akan semua yang didengarnya. Namun, hatinya dipaksa untuk tetap mengingkari kebenaran tersebut. Itulah sebabnya, sambil mendengar ayat-ayat suci itu dibaca Rasulullah, Umar berkata dalam hati, ‟Ah, ini adalah ucapan seorang penyair.‟ Namun, dia segera mendengar Nabi membaca ayat, ”Sesungguhnya AlQuran bukanlah perkataan penyair, tetapi sedikit di antaramu yang beriman.” (QS. Al-Haqqah: 41).
Umar tetap bertahan pada pendapatnya. Kemudian dia bergumam lagi, ”Kalau begitu, ini adalah ucapan seorang tukang sihir.”
Seakan menjawab, lagi-lagi Nabi tepat membaca, ”Dan bukan pula perkataan tukang tenung, tetapi sedikit di antaramu yang mau menerima peringatan.” (QS. Al-Haqqah: 42).
Kembali Umar berkata dalam hati, seakan menjawab ucapan Nabi, kalau begitu ini pasti ucapan Muhammad, bukan firman Tuhan.”
Akan tetapi, saat itu Nabi membaca, ”Ia turun dari Tuhan seru sekalian alam.” (QS. Al-Haqqah: 43).
Sebelum fajar, Umar pulang. Pikirannya masih melekat pada peristiwa yang baru dialaminya. Suara Nabi yang seakan berdialog dengannya itu senantiasa terngiang-ngiang di telinganya.
Sampai pada suatu ketika, Umar sedang berjalan hendak membunuh Nabi. Dia berpendapat bahwa semakin lama, Muhammad dengan ajaran yang dibawanya itu telah merusak dan menghina bangsa Quraisy terlalu dalam. Umar menghunus pedangnya. Di tengah jalan, Umar bertemu dengan Nu‟aim bin Abdullah. Nu‟aim menanyakan maksud kepergian Umar.
“Hendak kemanakah engkau, wahai Umar?” tanya Nu‟aim.
“Aku akan membunuh Muhammad. Dia semakin lama semakin keterlaluan. Dia tak boleh dibiarkan!” jawab Umar dengan geram. “Engkau akan membunuh Muhammad? Percuma saja, Umar. Lebih baik, engkau urus saja dulu adikmu Fathimah dan suaminya, Said bin Zaid,” kata Nu‟aim lagi sambil tersenyum.
“Kenapa gerangan mereka, hai Nu‟aim?” tanya Umar penasaran. Umar tak sabar lagi mendengar jawaban Nu‟aim.
“Tak tahukah engkau bahwa mereka kini telah memeluk Islam dan menjadi pengikut Muhamamd, orang yang akan engkau bunuh itu?” jawab Nu‟aim tenang, merasa dirinya telah berhasil memanasi hati Umar yang mudah naik darah itu.
Umar terbelalak. Dia sangat terkejut. Dadanya membara, seakan dikobari api yang sangat besar. Dengan sikap dia mengacungkan pedangnya. Lalu, dia berteriak, ”Sungguh, kalau benar apa yang katakan itu Nu‟aim, pedang Umar-lah yang akan membabat mereka.” Sambil berkata demikian, Umar pun segera meninggalkan Nu‟aim yang terpaku di tempatnya. Kemudian, dia bergegas menuju rumah adiknya, Fathimah.
Umar berjalan sangat cepat, setengah berlari. Semakin dekat dia dengan rumah adiknya, sayup-sayup dia mendengar orang sedang mengaji. Umar semakin garang karena ia semakin yakin akan kebenaran berita yang Nu‟aim sampaikan kepada-nya. Itu pasti suara Fathimah dan suaminya, pikir Umar.
“Fathimah …, Said …!” Terdengar suara Umar memanggil dari kejauhan, penuh rasa tak sabar.
Mendengar suara Umar yang berteriak begitu keras, tahulah mereka bahwa Umar sedang marah besar. Fathimah, suaminya dan guru ngaji mereka yang bernama Khabbab bin Al-Arat sangat ketakutan. Khabbab segera mereka sembunyikan.
Umare masuk ke dalam rumah dengan mendobrak pintu. Tanpa basa-basi, Umar langsung menegur penghuni rumahitu dengan suara keras.
“Sedang apa kalian, hah?”
“Kami tidak sedang apa-apa, hanya ngobrol berdua,” jawab Said memberanikan diri. Fathimah mendekat bermaksud menyambut kedatangan kakaknya. Namun, dengan sangat kasar, Umar menepiskan tangan adiknya.
“Kalian berdua telah memeluk Islam, bukan?” tanya Umar geram. “Kalian tadi sedang mengaji, bukan?” kata Umar sambil mendekat kepada Fathimah dan Said.
“Kami tidak sedang mengaji …” jawab Said dengan keberanian yang dipaksakan.
Umar tak tahan. Emosinya memuncak dan amarahnya meluap. Diayunkannya pedangnya untuk dipukulkan ke arah Said.
Fathimah, demi melihat suaminya diayuni pedang, segera maju untuk mencegah tindakan Umar. Namun, malang baginya karena pedang itu ternyata lebih dipukulkan dan menghantam kening Fathimah. Darah pun mengucur dari kepalanya.
Umar tertegun memandang darah mengalir dari kepala adiknya. Suami-istri itu pun tak tahan me-lihat mereka akan dianiaya begitu saja oleh Umar. Maka, dengan semangat mereka berkata, ”Benar, wahai Umar. Kami telah memeluk Islam. Sekarang, lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan.”
Mendengar jawaban tegas adik dan suaminya itu, Umar duduk dan berpikir. Terngiang kembali suara merdu Nabi dan peristiwa di malam buta beberapa hari yang lalu. Kemudian Umar meminta diperdengarkan ayat-ayat yang tadi dibaca adiknya itu. Fathimah menyerahkan lembaran tulisan Al-Quran yang dibacanya. Lalu, tulisan itu diamati Umar dengan seksama.
Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang Tinggi. (Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. (QS. Thaha: 1-6)
Umar tertegun. Hatinya bergetar. Tiba-tiba muncul rasa kagum ketika melihat dan merenungi ayat-ayat itu. Dia berucap lirih, ”Sesungguhnya ini adalah perkataan yang luar biasa.”
Tampaknya, iman mulai merayap masuk dalam hati Umar. Orang-orang yang ada di situ pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dengan berani, Khabbab keluar dari persembunyiannya se-raya berkata, ”Umar, ketahuilah bahwa kemarin aku mendengar Rasulullah berdoa agar Islam dimuliakan dengan dua Umar, dan engkau adalah satunya. Karena itu, bersegeralah memeluk Islam, wahai Umar, agar engkau menjadi orang yang lebih dahulu mendapatkan keberkahan dari Rasulullah itu.”
Umar memandang Khabbab dengan sayu dan berkata, ”Di mana aku dapat menemui Rasulullah?”
“Di rumah Zaid, di Shafa,” kata Khabbab.
Umar segera menuju ke sana. Saat itu, Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Setelah sampai depan rumah Zaid, Umar segera mengetuk pintu. Rasulullah dan sahabat-sahabat beliau pun bertanya-tanya ketika mendengar ketuk-an tersebut.
Terlebih lagi, ketika mereka tahu bahwa yang datang adalah Umar bin Khattab. Mereka mengira, Umar pasti akan membuat kerusuhan.
Hamzah membukakan pintu dengan tangan siap menghunus pedang, seraya mempersilahkan Umar untuk masuk ke rumah Zaid.
“Apa yang engkau inginkah, wahai Umar?” Tanya Rasulullah.
Umar menjawab dengan sopan, “Ya Rasulullah, aku datang untuk memeluk Islam.”
Mendengar ucapan itu, sontak saja kaum muslimin bertakbir. Mereka sangat gembira dengan berita ini. Ini berarti kekuatan pasukan Islam akan semakin bertambah.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Ayat_Ayat_Itu_Menggentarkan_Hatinya