Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Alangkah gelapnya hari itu. Di langit tampak awan hitam bergantungan. Tanda sebentar lagi akan turun hujan. Angin pun bertiup kencang menerbangkan pasir dan dedaunan. Tiba-tiba dari kejauhan tampak tiga orang laki-laki berjalan bergegas menyusuri lereng bukit, seakan- akan dikejar rasa takut. Takut kalau hujan turun dengan cepat sebelum mereka menemukan tempat berteduh. Dan ternyata dugaan mereka benar. Tidak lama kemudian hujan pun turun dengan lebatya, bagaikan dicurahkan dari langit.
Dalam kebingungannya, tiba-tiba mereka melihat sebuah gua kecil tak jauh dari tempat ia berdiri. Dengan tidak membuang waktu, maka berlarilah ketiga orang itu memasuki gua tersebut untuk berteduh, sambil menunggu hujan reda.
“Alhamdulillah, akhirnya kita dapat juga berteduh.” Kata lelaki pertama.
“Sekalipun gua ini sempit dan kotor.” Sahut lelaki kedua. “Ah, kau jangan menggerutu. Syukuri aja, untung dapat tempat untuk berteduh. Kalau tidak, kan kita sudah basah kuyup kedinginan.”
“Sudahlah…..” Kata lelaki pertama menengahi.
Kemudian suasana menjadi sepi. Masing-masing sibuk mengatur dirinya sendiri. Sementara di luar hujan masih turun dengan lebatnya. Sebentar-sebentar terdengar suara gemuruh dan petir bersambungan.
Darr….!!
Terdengar suara petir menggelegar disusul suara batu besar menggelinding ke bawah.
Darr….!!
Dinding gua pun bergetar. Seketika itu juga ruangan di dalam gua menjadi gelap gulita.
“Hai, apa itu?” Teriak lelaki pertama sambil berdiri. “Hah, batu….? Lobang gua ini tertutup oleh batu
besar.” Sahut lelaki kedua.
“Celaka dua belas, kalau begini.” Sambung lelaki ketiga.
“Lalu bagaimana caranya kita keluar dari sini?” Ucap ketiga laki-laki.
“Mari kita coba…!” Kata lelaki pertama. “Coba bagaimana?” tanya lelaki ketiga.
“Kita coba mendorong batu besar ini keluar.”
Mulailah ketiga orang itu menyingisingkan lengan bajunya. Mereka mencoba mendorong batu besar itu. Tetapi hasilnya sia-sia saja. Batu besar itu bagaikan terkunci di mulut gua.
“Wah…, celaka kalau begini.” Keluh lelaki kedua sambil mengusap air matanya.
“Ya, kita istirahat sebentar sambil cari akal.” Sambung lelaki ketiga.
“Cari akal bagaimana? Batu ini terlalu besar. Kita bisa mati kelaparan.” Bantah lelaki pertama setengah berteriak. “Duduklah dulu, kita cari jalan keluar.” Sela lelakip ketiga. Suasana menjadi sepi kembali. Masing-masing berpikir mencari jalan keluar.
“Nah, saya ada ide.” Kata lelaki ketiga memecah kesunyian. Begini, kita memohon kepada Allah (berdoa).”
“Berdoa…?” tanya lelaki pertama dengan nada mengejek.
“Ya, kita berdoa kepada Allah agar menghilangkan kesulitan kita.” Jawab lelaki ketiga.
“Hah…, mana mungkin batu besar ini akan minggir hanya dengan doa.” Ejek lelaki kedua.
“Kalian mau keluar dari cengkraman gua ini atau tidak?” Bentak lelaki pertama.
“Baiklah kalau begitu….” Jawab ketiga ketakutan.
Maka mulailah ketiga orang tersebut berdoa dengan menunjukkan amal kebajikan yang pernah mereka lakukan.
Lelaki pertama berdoa,
“Ya Allah, Zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, begitu besarnya hormat dan cintaku kepada ibu dan ayahku yang sudah tua hingga aku tidak mengizinkan isteri dan anak-anakku meminum susu di pagi hari sebelum ibuku dan ayahku meminumnya lebi dahulu. Sekalipun anak-anakku menangis, aku tetap melarangnya. Oleh karena itu, setiap pagi aku pergi ke rumah orang tuaku, mengantarkan susu itu.
Tetapi, pada suatu waktu, terjadilah sedikit perselisihan antara aku dan kedua orang tuaku, hingga beliau tidak berkunjung ke rumahku. Sekalipun anak- anakku menangis karena ingin meminum susu, aku tetap melarangnya. Oleh sebab itu, setiap pagi aku pergi ke rumah mengantarkan susu itu, bahkan suatu hari isteri dan anak-anakku kuajak ke rumah orang tuaku.
Dan seperti biasanya, aku pun membawa sekaleng susu buat mereka. Tetapi, ketika kami datang ibuku masih tertidur lelap. Hingga aku pun tidak berani membangunkannya. Aku pun duduk menunggui ibuku yang tidur tadi. Karena rasa haus tak tertahankan, anak- anakku menangis, merengek meminta susu. Tapi, aku tidak mau memberikannya sebelum ibuku meminumnya. Karena mendengar tangisan anak-anakku yang semakin keras, maka ibuku terbangun, dan bertanya kenapa anak- anakku menangis? Aku jawab, “Aku tidak akan memberikan susu ini kepada anakku sebelum ibu meminumnya.” Mendengar jawabanku, ibuku lalu mengambil gelas berisi susu, lalu meninumnya sedikit. Kemudian ia memanggil anak-anakku agar meminumnya.
Ya Allah, semua itu aku lakukan, karena cintaku pada- Mu, ya Allah, dan karena baktiku kepada orang tuaku.
Ya Allah, kalau apa yang aku lakukan itu termasuk perbuatan baik, maka tolonglah kami bertiga. Lepaskan kami dari gua ini ya Allah, singkirkan batu besar yang menutup pintu gua ini dengan kekuasaan-Mu.”
Hanya sampai di situ lelaki pertama berdoa. Ia sudah tidak mampu lagi mencari kalimat-kalimat yang lain. Hatinya amat terharu dengan kata-katanya sendiri. Namun, dalam hati ia terus dan berdoa sambil menangis.
Tiba-tiba terjadi kehendak Allah. Batu itu bergeser dan tampaklah seberkas cahaya masuk ke dalam goa itu.
“Alhamdulillah!” ucap mereka serentak. Lalu lelaki kedua berdoa,
“Ya Allah, ya Tuhan kami, aku adalah seorang pemuda yang sedang dimabuk asmara. Kebetulan gadis yang kucintai adalah anak pamanku sendiri. Namun, perjuangan cintaku ternyata tak semudah yang dibayangkan. Suatu saat, ketika aku melamar gadis itu, ayahnya menolak lamaranku. Aku boleh melamarnya, kalau sudah dapat menyediakan uang sebanyak 100 dinar buat gadis itu. Oleh sebab itu, aku pun berusaha mati- matian, untuk mencari uang yang dimintanya.
Setelah mempunyai uang sebanyak seratus dinar, maka pergilah aku menemui gadis yang aku cintai tadi. Tiba-tiba pikiranku dikuasai setan. Aku bujuk gadis itu agar memenuhi syahwatku. Tetapi dia menolak, dan berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah kau membuka cincin dengan jalan yang terlarang.”
Sungguh, kata-kata itu membuatku tersadar. Aku minta maaf kepada gadis itu, dan aku pulang ke rumah.
„Ya Allah, ya Tuhan kami, kalau apa yang aku la-kukan termasuk perbuatan baik, maka kabulkanlah doaku. Tolong kami bertiga ya Allah. Singkirkan batu besar yang menghambat gua ini, agar kami semua dapat pulang ke rumah kami.
Wahai Tuhan yang mendengar semua jeritan, perkenankan doa kami.”
Selesai lelaki kedua ini mengucapkan doa, tiba-tiba terjadi peristiwa luar biasa, batu itu bergeser dan rengganglah dua pertiga goa.
Kemudian lelaki yang ketiga berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya saya memburuhkan kepada seorang buruh dengan satu faraq (3 sha‟) jagung, maka saya berikan upah kepadanya, dan orang itu enggan untuk mengambilnya. Saya sengajakan terhadap faraq itu, maka saya tanam sehingga darinya saya belikan lembu dan digembalanya, sehingga buruh itu datang dan berkata,
„Wahai hamba Allah, berikan hak saya.‟ Saya katakan padanya, „Ambillah lembu itu dan gembalalah, sesungguh- nya lembu itu adalah milikmu.‟
Ya Allah, kalau apa yang hamba perbuat ini adalah suatu kebaikan, maka selamatkan kami dari cengkraman maut ini.”
Selesai lelaki ketiga itu berdoa, maka terbukalah pintu goa.
“Allahu Akbar…!” seru ketiga lelaki itu. Lalu mereka berpelukan sambil menangis tersedu-sedu terharu tanda bahagia. Tampak mata mereka bersinar terang. Dan seperti digerakkan tenaga gaib, ketiga lelaki itu pun langsung bersujud ke bumi sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah.
Tak lama kemudian, hujan pun reda.