Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Memiliki laptop adalah impian saya sejak menjadi penulis dan editor. Entah sudah berapa kali doa saya panjatkan kepada Tuhan. Dan akhirnya, Tuhan menjawab doa saya. Akhir Mei 2009 saya memiliki laptop Acer seharga Rp6.500.000 (enam juta lima ratus ribu rupiah). Wah, alangkah gembiranya saya. Ucapan syukur tak henti-hentinya saya panjatkan kepada Tuhan. Hal yang mengherankan, harga diri saya seolah tiba-tiba naik karena keberadaan Acer ini. Beberapa teman sesama editor berdecak kagum. Kata mereka, kamu ini luar biasa, baru bekerja satu bulan di Zikrul sudah punya laptop, sedangkan kami yang sudah beberapa bulan, bahkan sudah bertahun-tahun belum juga ditakdirkan memiliki laptop. Yang berlebihan, adalah Amir, anak Ketua RW yang sering main ke kantor. Dia mengatakan, “Wah, Pak Hakim ini kaya ya. Baru kerja satu bulan sudah punya laptop.” Saya hanya tersenyum menanggapi semua komentar tersebut. Biarkan saja komentar itu mengalir sebagai doa. Yang penting suasana hati saya jaga agar jangan terjebak ke lumpur ujub.
Namun, kegembiraan saya tidak berlangsung lama. Saat saya dan istri mengontrak rumah di Cimahi, laptop yang menjadi kesayangan saya dan istri tiba-tiba raib. Ceritanya, saat saya mau mengedit naskah yang akan dikirim ke salah satu penerbit di Jakarta, saya pun mengambil laptop dan mengeluarkan dari tasnya. Saat saya mau membuka dan menyalakan laptop, istri saya memanggil dengan suara lembut. Ia meminta tolong agar saya memijitnya. Katanya, badannya sakit-sakit. Sebagai suami, tentu saya tidak tega membiarkan istri dalam kesakitan. Akhirnya, saya putuskan untuk menangguhkan pekerjaan saya, dan saya memilih memijit istri. Saya pun menuju kamar. Sementara laptop saya biarkan di ruang depan sekaligus ruang tamu dalam posisi masih tertutup. Sementara itu, jendela rumah tak berterali dalam kondisi terbuka, kecuali hanya ditutupi gorden kecil saja. Saya buka jendela supaya udara segar pagi masuk sehingga inspirasi menulis bisa muncul. Karena, bagi saya, suasana udara itu sangat memengaruhi suasana dalam menulis. Jika udara sumpek, maka inspirasi sulit keluar.
Saya pun mulai memijit istri. Saya keluarkan tenaga ekstra yang membuatku lelah. Karena lelah, tak sadar saya dan istri pun tertidur sekitar setengah jam. Setengah jam kemudian saya terbangun dan menuju ruang depan mau membuka dan menyalakan laptop. Sementara istri, saya biarkan tertidur pulas. Saat saya mau mau membuka dan menyalakan laptop, saya terkejut karena laptop sudah tidak ada di tempat semula. Saya pun berusaha mencarinya di tas dan di dalam lemari. Namun saya tak menemukannya. Saya pun terpaksa membangunkan istri dan bertanya, di mana laptop ditaruh. Istri saya pun kaget. Ia mengatakan bahwa ketika saya tertidur, ia sempat bangun karena buang air kecil. Katanya ia masih melihat laptop di tempat semula. Karena masih mengantuk dan melihat situasi aman, ia pun membiarkan laptop di tempatnya dan tidur kembali di kamar. Kesimpulannya: Laptop Acer-ku hilang tanpa jejak, alias sudah ada yang mengambil tanpa izin. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Apa yang kita miliki belum tentu menjadi miliki kita. Karena memang apa yang kita genggam saat ini adalah titipan belaka dari Allah. Maka, janganlah kecewa ketika titipan itu suatu saat diambil oleh Pemiliknya. Dalam hal ini kita mesti belajar kepada tukang parkir. Tukang parkir tidak pernah kecewa ketika mobil dan motor yang berjejer, tiba-tiba diambil pemiliknya, karena ia tahu bahwa mobilmobil dan motor-motor di hadapannya bukan miliknya, tapi hanya titipan belaka.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Acer_Parkir