DigIndonews.com, Jakarta – Dalam sebuah forum literasi digital, tiga narasumber menyoroti semakin kompleksnya risiko dan peluang di ruang digital Indonesia. H.A. Iman Sukri, M.Hum, Anggota Komisi I DPR RI, mengingatkan bahwa media sosial kini menjadi ruang yang rentan terhadap misinformasi, ujaran kebencian, dan perundungan siber. Ia menyebut 47% laporan risiko berasal dari misinformasi, disusul ujaran kebencian 33% dan perundungan 21%. Kekhawatiran masyarakat terhadap ancaman digital pun meningkat dari 83% menjadi 88% dalam setahun terakhir, sementara 70% pengguna mengaku kesulitan membedakan konten asli dan rekayasa AI.
Dari perspektif akademisi, Prof. Nyarwi Ahmad menekankan pentingnya etika digital dan kemampuan memverifikasi informasi. Ia mengingatkan bahwa media sosial dapat menjadi ruang yang sangat bermanfaat—untuk pendidikan, branding, hingga kegiatan sosial—asalkan pengguna memahami pengelolaan privasi dan tidak menjadi bagian dari penyebaran hoaks atau data pribadi.
Sementara itu, tokoh pemuda Rizavan Shufi Thoriqi, S.Kom.I, menyoroti posisi generasi muda sebagai pengguna terbesar media sosial. Ia mendorong anak muda untuk beralih dari sekadar konsumen menjadi produsen konten positif. Menurutnya, fitur seperti live TikTok bisa dimanfaatkan untuk edukasi atau berbagi kreativitas, bukan hanya hiburan. Namun ia mengingatkan bahwa akun anonim dan polarisasi politik tetap menjadi ancaman serius bagi pemuda yang belum memiliki literasi digital yang kuat.
Forum ini menegaskan bahwa ruang digital menuntut kedewasaan, kesadaran etis, dan kemampuan memilah informasi. Dengan literasi yang baik, generasi muda diharapkan mampu mengambil peran sebagai pendorong terciptanya ekosistem digital yang aman dan produktif.


