Digindonews.com, Jakarta, 13 November 2025 — Rektor Universitas Sains Indonesia, Dr. Ir. Endah Murtiana Sari, dalam Forum Diskusi Publik bertema “Sekolah Rakyat Sebagai Ruang Belajar Sosial dan Perubahan”, menilai bahwa Sekolah Rakyat merupakan model pendidikan alternatif yang strategi pemerintah harus perkuat melalui kebijakan yang inklusif dan berbasis kebutuhan masyarakat.
Endah menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat hadir sebagai respons terhadap ketimpangan akses pendidikan. Data BPS 2024 mencatat ada 4,2 juta anak usia sekolah yang tidak melanjutkan pendidikan secara penuh, terutama di wilayah 3T. “Sekolah Rakyat tidak menggantikan sekolah formal, tetapi menjadi pelengkap yang menyediakan metode belajar yang fleksibel, partisipatif, dan relevan dengan kebutuhan lokal,” jelasnya.
Dalam konteks perkembangan teknologi, Endah menekankan pentingnya penguatan literasi digital. Survei Kominfo 2023–2024 menunjukkan skor literasi digital nasional hanya 3,49 dari 5, menandakan bahwa kemampuan digital masyarakat masih dalam kategori “cukup”. Sementara itu, ketimpangan akses internet juga memperlebar jurang kualitas pembelajaran digital antarwilayah.
Endah mengingatkan bahwa kualitas konten digital perlu menjadi perhatian serius karena maraknya penyebaran hoaks. Sepanjang 2023 terdapat lebih dari 7.400 hoaks yang terdeteksi. Sekolah Rakyat dinilai mampu menjadi ruang dialog bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan memilah informasi dan memahami risiko ruang digital.
Di berbagai daerah, Sekolah Rakyat juga terbukti berkontribusi pada peningkatan keterampilan praktis masyarakat, mulai dari pemasaran UMKM berbasis digital, literasi keuangan keluarga, hingga pertanian presisi sederhana. Perubahan ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang dekat dengan realitas keseharian memiliki dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan warga.
Endah menekankan bahwa keberlanjutan program Sekolah Rakyat memerlukan dukungan kebijakan yang lebih sistematis. Mulai dari penyediaan modul pembelajaran yang sederhana, pelatihan fasilitator komunitas, hingga kerja sama perguruan tinggi dalam pendampingan dan riset. “Model berbasis komunitas hanya akan berhasil jika ekosistem belajarnya dikelola secara kolaboratif dan berstandar,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya prinsip inklusivitas. Anak berkebutuhan khusus, lansia, pekerja lepas, dan keluarga prasejahtera harus memiliki akses setara. Sekolah Rakyat, menurutnya, harus menjadi ruang belajar tanpa diskriminasi agar dapat memperkuat kohesi sosial dan membangun masyarakat yang lebih adaptif.
“Jika dikelola dengan baik dan ditopang oleh kebijakan publik yang tepat, Sekolah Rakyat dapat menjadi pusat inovasi sosial desa dan motor penggerak transformasi masyarakat,” tutup Endah.***


