
Jakarta 4 Juli 2025 – Aroma korupsi kembali menyeruak dari lingkaran pejabat publik di Sulawesi Tenggara. Kali ini sorotan tertuju pada Kepala Dinas Kominfo Sultra Ridwan Badalla yang diduga kuat menerima aliran dana fantastis senilai Rp 4,8 miliar secara bertahap ke rekening pribadinya. Dana tersebut bersumber dari perusahaan tambang PT Cahaya Mining Abadi, sebagaimana disampaikan dalam somasi resmi oleh kuasa hukum perusahaan, Indolegal Law Firm, tertanggal 9 Juni 2025 dengan nomor surat B-05/SOMASI/ILF/VI/2025.
Dalam isi surat tersebut, perusahaan menuding Ridwan menerima tiga kali transfer dalam jumlah besar sejak pertengahan 2024. Meski sebagian telah dikembalikan, hingga kini masih terdapat sisa dana yang belum jelas
Dana tersebut dikirim saat Ridwan Badallah menjabat sebagai kepala dinas kominfo sultra tahun 2024 sebelum kemudian di lantik menjadi Pj Bupati Buton Selatan , dimulai usai pertemuan di Plaza Indonesia pada Juni 2024: besaran kiriman dana pada tanggal 11 Juni Rp 300 juta, 19 Juni Rp 2 miliar, dan 23 Juli Rp 2,5 miliar (Rp 2,3 miliar dari rekening perusahaan dan Rp 200 juta dari rekening pribadi direktur). Ridwan kemudian mengembalikan Rp 2,5 miliar pada Agustus–September 2024, dan tambahan Rp 500 juta dari September 2024 hingga Mei 2025, sehingga masih menyisakan Rp 2,3 miliar yang belum dikembalikan.
Syaidrawan, Presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional, angkat bicara lantang. Ia mendesak KPK segera turun tangan menyelidiki dugaan suap yang berpotensi melibatkan penyalahgunaan jabatan publik.
“Ini bukan perkara transfer-transfer iseng. Dana miliaran ke rekening pejabat, apalagi terkait korporasi tambang, patut diduga kuat sebagai suap terselubung. KPK jangan diam!” tegasnya.
Sedangkan menurutnya tindakan tersebut patut di duga merupakan tindakan suap sebagaimana dalam Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 menegaskan
“ Setiap pemberian (gratifikasi) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dicap sebagai suap, kalau terkait dengan jabatannya, dan bertentangan dengan tugas atau kewajibannya “
ia menambahakan “ Yang membuktikan itu bukan suap adalah penerima gratifikasi kalau jumlahnya 10 juta ke atas Dan penerima wajib melaporkan kepada komisi pemberantasan korupsi dalam 30 hari kerja paling lama sabagiamana tertuang dalam pasal 12 C UUNo. 20 Tahun 2001.
Syaidrawan lanjut menanyakan,- Apakah dana miliaran rupiah itu telah dilaporkan ke KPK dalam tenggat waktu 30 hari kerja?, Apa hubungan langsung antara PT Cahaya Mining Abadi dengan jabatan Kadis Kominfo? Jika ini urusan pribadi, mengapa tidak dibuktikan dengan perjanjian tertulis di luar jabatan publik?
Sebelumnya melalui Ketua Tim Kuasa Hukumnya dari LBH Peduli Hukum Masyarakat Sultra, La Ngkarisu Menyampaikan “ Tidak ada perjanjian atau akad yang ditandatangani. Jadi, ini lebih kepada bentuk pertemanan dalam sebuah perjuangan yang kemungkinan berlangsung secara timbal balik “
Hingga kini, Ridwan memilih bungkam atau membiarkan kuasa hukumnya berdalih soal “pertemanan pribadi”, yang secara hukum tak membatalkan kewajiban pelaporan gratifikasi.
Ridwan adalah penyelenggara negara, dan tidak ada celah hukum yang mengizinkan pejabat publik menyimpan miliaran rupiah di rekening pribadinya dari perusahaan swasta, tanpa pertanggungjawaban dan pelaporan.
Syaidrawan menegaskan:
“Kami akan mengawal terus kasus ini. KPK tidak boleh kehilangan taring. Jika pejabat seenaknya main terima dana, lalu berdalih pribadi, maka Undang-Undang hanya jadi hiasan pajangan.”
Kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas penegakan hukum. Masyarakat berhak tahu, dan aparat wajib transparan. Tidak ada ruang aman bagi pejabat yang memperjualbelikan kekuasaan di balik topeng “kerjasama pribadi”. Tutup Presidium FKMN.