Politik Akal Sehat: Menjernihkan Demokrasi dari Kebisingan Kepentingan
Digindonews.com-Di tengah derasnya arus informasi, pertarungan narasi, dan kepentingan yang saling membentur dalam ruang politik, kita sering mendengar seruan tentang “politik akal sehat.” Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan akal sehat dalam konteks politik? Dan mengapa ia menjadi penting?
Akal sehat (common sense) bukan sekadar pengetahuan biasa, melainkan kemampuan berpikir jernih, masuk akal, dan adil dalam melihat persoalan — terutama persoalan bersama. Dalam politik, akal sehat adalah fondasi untuk membangun keputusan yang berpijak pada realitas, bukan ilusi; pada kepentingan publik, bukan agenda segelintir elite.
Sayangnya, dalam praktiknya, politik sering kali menjauh dari akal sehat. Ia dibungkus jargon, dimanipulasi oleh propaganda, dan dikendalikan oleh strategi yang lebih mementingkan kekuasaan ketimbang kebenaran. Rakyat dijadikan objek bujuk rayu, bukan subjek penentu arah kebijakan.
Padahal, politik sejatinya adalah ruang moral, tempat gagasan diuji, kepentingan dinegosiasikan, dan keputusan diambil untuk kebaikan bersama. Tanpa akal sehat, politik berubah menjadi pertunjukan — ramai, riuh, tapi kehilangan substansi. Yang muncul bukan perdebatan ide, tapi adu sentimen. Bukan perbedaan visi, tapi polarisasi.
Politik Akal Sehat: Antara Cita dan Realita
Politik akal sehat menolak fanatisme, menolak dogma, dan menolak manipulasi. Ia berpijak pada nalar kritis, empati sosial, dan kesediaan untuk berdialog secara setara. Dalam politik akal sehat:
1. Seorang pemimpin tidak hanya menjual mimpi, tapi menunjukkan rencana yang bisa diuji nalar.
2. Seorang warga tidak hanya memilih karena suku, agama, atau uang, tapi karena kejelasan visi dan rekam jejak.
3. Perbedaan bukan dimusuhi, tapi dipahami sebagai kekayaan demokrasi.
Namun kita sadar, menghidupkan politik akal sehat bukan pekerjaan mudah. Ia butuh kesadaran kolektif, keberanian berpikir, dan kemauan untuk tidak cepat puas dengan jawaban-jawaban dangkal.
Di sinilah peran pendidikan politik, literasi media, dan ruang dialog yang sehat menjadi penting. Sebab akal sehat tak tumbuh di ruang kosong — ia dibentuk oleh informasi yang jernih, ruang publik yang adil, dan budaya yang menghargai argumen.
Penutup: Seruan untuk Kewarasan Bersama
Politik akal sehat bukan milik satu golongan, bukan milik satu partai, dan bukan alat kampanye semata. Ia adalah prinsip moral warga negara — bahwa dalam menentukan arah bangsa, kita tidak boleh kehilangan nalar.
Dalam dunia yang penuh kebisingan, politik akal sehat adalah bentuk kewarasan kolektif. Ia mungkin tidak populer, tidak viral, dan tidak keras suaranya — tapi justru karena itulah ia penting. Ia adalah pelita kecil yang menuntun arah, ketika kita nyaris kehilangan cahaya.