DigIndonews.com, Jakarta – Jumlah kasus KBGO yang tercatat selama tahun 2021 sejumlah 338.496 kasus dan selama kurun waktu 10 tahun pencataan kasus kekerasan terhadap perempuan, kasus KBGO pada tahun 2021 sebagai kasus tertinggi.
Berdasarkan ECPAT Indonesia (2020) 287 dari 1.203 responden anak di 13 provinsi pernah menerima teks/gambar/vidio yang tidak sopan atau mengandung pornografi.
Berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan (SPHPN) tahun 2021, prevalensi KBGO tertinggi di Indonesia baik selama hidup maupun maupun setahun terakhir berada pada kelompok umur 15-19 tahun. Dampak KBGO antara lain stress mental atau emosional, kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak aman secara fisik.
Dorong pengaturan KBGO terdapat di UU TPKS yang disetujui DPR pada 12 April 2022 dan diresmikan pada 9 Mei 2022 berisikan pencegahan kekerasan seksual, menjamin kekerasan seksual tidak berulang, menegakkan hukum dan merehabilitasi pelaku, menangani hingga memulihkan korban dan mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual.
Afdhal Mahatta, S.H., M.H Dosen Universitas Agung Podomoro sekaligus narasumber dalam webinar memaparkan Indonesia memiliki tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar oleh karena itu, negara wajib memberikan perlindungan terhadap terhadap masyarakat termasuk dari ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Ia memaparkan, Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif untuk melakukan penipuan melalui media teknologi yang membahayakan data pribadi termasuk kekerasan di bidang online.
Sejak 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online. Pada tahun 2017 , ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan.
Beliau juga memaparkan Bentuk-Bentuk KBGO itu antara lain pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten Ilegal (ilegal content), pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, pencemaran nama baik, dan rekrutmen online.
“Siapa saja yang rawan menjadi korban KBGO?” Afdhal mengatakan yaitu seseorang yang terlibat dalam hubungan intim, profesional seperti aktivis, jurnalis, penulis, musisi, dan aktor.
Apa yang dilakukan jika menjadi korban? “Hal-hal yang dapat dilakukan jika menjadi korban antara lain dokumntasikan hal-hal yang terjadi pada diri, kemudian menghubungi bantuan, lapor dan blokir pelaku, dan pantau situasi yang dihadapi” ujar Afdhal.
Selain menjadi korban kita juga bisa bertindak sebagai pendamping korban. 3 hal yang dapat dilakukan saat mendampingi korban yaitu membentuk jejaring dukungan (support network), menceritakan kisah korban dan penyintas, serta kampanye solidaritas.
Gia Raharja (Guardian SalingJaga.Id) menyampaikam pdaa tahun 2021 pengguna dating aps online mencapai 323,9 juta diseluruh dunia. Meningkat 10,3 % dibandingkan tahun 2020. Pendapatan dating apps pada 2021 dilaporkan melonjak 46,85%. Amerika Utara merpakan pasar dating apps paling menguntungkan di skala global.
Para pengguna internet menghabiskan 16% waktunya di dating apps. Tinder jadi dating apps online yang paling diminati di Indonesia. Pengeluaran konsumen Indonesia untuk menggunakan daing apps onlinemencapai U$$23,66 Juta atau setara Rp 358 miliar sepanjang 2022. 34% penggunaan aplikasi tinder ada di rentang usia 18-24 taun. 25% pengguna di usia 25-34 tahun dan pengguna berusia 45-54 tahun hanya sebanya 8%.
Dampaknya banyak tejadi kasus penipuan kenca online. Terdapat 9 jenis kekerasan berbasis gender online diantaranya no-consensual intimate image, sexting, online grooming, malicious distribution, impersonation, cyber stlking, cyber harasmet dan sextortion.