DigIndonews.com, Jakarta – Rabu (15/03) siang, Kemkominfo gelar webinar bersama DPR RI. Kegiatan tersebut menghadirkan Yohan Wahyu Irianto Peneliti Litbang Kompas, dan Wawan Ichwanuddin peneliti BPN, dan diikuti oleh ratusan milenial.
Webinar dimulai dengan pemaparan dari Bambang Kristiono selaku Wakil Ketua Komisi I DPR RI. Beliau menyatakan literasi digital merupakan salah satu hal yang sangat penting karena dengan adanya pemahaman dan penerapan literasi digital akan membuat individu dapat berpartisipasi di era dunia modern sekarang ini dengan baikbaik. Literasi digital juga dapat menciptakan sebuah tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis dan kreatif.
Wawan Ichwanuddin, M. Si (Peneliti BPN) mengemukakan menggunakan alat literasi digital ini menyangkut beberapa komponen yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya ada pada level, ada pada kolektif misalkan pada saat kolektif setiap orang punya kebebasan menggunakan media sosial tetapi di situ ada hal yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan, karena kita hidup tentu saja kalau kita bicara dunia misal seperti di dunia nyata juga kita berinteraksi dengan pihak lain atau orang lain.
Sekarang melalui online digunakan untuk berbagai keperluan ada yang menyesatkan dan terjadi ada ribuan hoax yang ditakedown oleh kominfo. Misalkan terjadinya kejahatan kriminalitas yang berbasis online atau cyber Crime, penipuan, perjudian, penipuan yang tranding kemudian sebagainya sekarang sedang mencuat di media massa pemerataan tindak asusila atau pencurian data.
Pengguna internet yang banyak ini tidak disertai dengan kecakapan digital yang memadai kemudian menjadi korban dari misalnya penggunaan hoax misalnya hajatan pemilu yang kemudian terjadi perpecahan dan merusak relasi sosial di masyarakat, yang pada akhirnya akan merugikan sebuah bangsa.
Yohan Wahyu Irianto, S.Sos., M.IP ( Peneliti Litbag Kompas) juga mengemukakan Negara mengatur segala apa relasi warganya dan kita sebagai warga negara itu juga punya hak untuk kemudian bersuara berpendapat sebagai warga negara. Dalam konteks itu sebenarnya mulai terjadi disrupsi relasi antara negara dan warga negaranya. Dulu di era sebelumnya maraknya sosial media kita hanya sebagai warga negara yang bersuara, ada kanal-kanalnya lewat bahkan kalau teman-teman mahasiswa lewat demonstrasi mungkin ke para intelektual itu menulis di koran.
Kita juga harus memperkuat ikatan-ikatan sosial itu, jadi mungkin sebagai terakhir ini gerakan bagaimana kita mikir yang pertama ketika masuk ruang-ruang sosial media kita harus menghargai satu sama lain, kalau bisa juga memberikan inspirasi jadi postingan yang positif, posting-posting yang bisa memberikan inspirasi dan tentu sumbernya datanya juga valid dan Rebel, ujar Yohan.
Sehingga kita juga melihat ada unsur keberimbangan dan pada TV tertentu data atau informasi yang kita sebar cukup rasional diterima oleh audien diterima oleh netizen sebagai bagian upaya kita menjadikan sosial media itu untuk memperkuat peradaban tidak kemudian memperlemah peradaban kita sebagai bangsa Indonesia, Tutup Yohan.