DigIndonews.com, Jakarta – Bergulirnya era globalisasi telah menempatkan peranan teknologi informasi dan komunikasi sebagai aspek strategis yang menunjang aktivitas masyarakat.
Melalui pemanfaatan TIK ini kita bahkan akan mampu mengubah budaya mengkonsimsi semata menjadi produksi yang nyata.
Era ini menyajikan informasi dengan sangat mudah tersebar. Berbagai permasalahan muncul akibat dari penyalahgunaan teknologi itu.
Masalah berinternet yang paling banyak meninggalkan jejak adalah masalah hoax.” ujar H. Bambang Kristiono, SE dalam webinar ngobrol bareng legislator dengan tajuk “Waspadai Berita Hoax Saat Bermedsos” pada Jumat (24/03/2023).
Hoax adalah berita bohong yang tidak bersumber pada kebenaran. Hoax pada dasarnya adalah informasi yang tidak benar tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Hoax bukan sekedar menyesatkan, namun informasi dalam hoax juga tidak memiliki landasan faktual tetapi disajikan seolah-olah merupakan fakta dan kebenaran.
Tujuan orang membuat hoax adalah untuk membuat, membentuk dan menggiring opini publik. Terkadang juga, hoax digunakan untuk bersenang-senang sebagai lelucon.
Bambang juga menyatakan bahwa menurut studi, media sosial yang berkembang setidaknya ada 3 aplikasi media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoax, yaitu facebook sebesar 82,25%, whatsapp sebesar 56,55%, dan instagram sebesar 29,48%.
Studi juga menekankan bahwa banyak orang Indonesia yang tidak dapat mencerna informasi dengan sepenuhnya, tetapi memiliki keinginan kuat untuk segera membagikannya.
Studi mencatat sebanyak 44,15% responden mengaku tidak yakin mereka paham terhadap berita hoax. Media sosial memiliki perkembangan yang sangat cepat dan dinamis.
“Untuk menanggulangi hoax peran literasi digital sangatlah penting, karena dengan adanya literasi digital dapat membuat kita berpikir kritis, kreatif dan inovatif dalam menghadapi masalah yang sedang terjadi” Tutup Bambang.