DIGINDONEWS.COM, PADANG – Saat ini banyak masyarakat yang merasa geram dengan kehadiran baliho atau spanduk yang bertebaran di pinggir jalan raya bahkan dipasang sembarangan di bahu jalan bahkan di pasang di batang pohon.
Anggota DPR Komisi IX yang juga merupakan Caleg DPR RI Periode 2024-2029 Partai Golkar Darul Siska membeberkan, alasannya tidak terlalu ‘ngotot’ memasang baliho dan spanduk untuk memampangkan wajahnya di masa kampanye Pemilu 2024 ini.
Darul Siska mengaku, semenjak saya terpilih menjadi anggota DPR RI Periode 2019-2024, tidak pernah memasang baliho di pinggir jalan raya.
“Menurut saya, kehadirannya tidak dirasakan bermanfaat untuk masyarakat. Saya tidak terlalu suka hadir senyum-senyum sendirian di pinggir jalan, saya lebih suka masyarakat mengenal saya dengan kehadiran saya dan program-program yang bermanfaat yang bisa dihadirkan di tengah masyarakat,” kata Darul Siska dari akun Instagram @darulsiska, Kamis (4/1/2024).
Katanya, daripada membuang-buang uang untuk baliho dan spanduk, lebih baik anggaran itu untuk membantu masyarakat tidak mampu.
“Kepada anak-anak yang membutuhkan terutama yang mengalami stunting dan selama ini jarang mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah. Mereka adalah para generasi masa depan yang perlu dipikirkan dan perlu perhatian agar di masa depan kehidupan mereka bisa lebih layak,” tegas Darul Siska.
Atas dasar itulah, Darul Siska menuturkan, tidak mau membakar duit demi spanduk dan baliho di masa kampanye ini.
“Bayangkan jika satu harga baliho 1,5 juta saja, uang sejumlah itu jika dikonversi menjadi kebutuhan pangan yang berkualitas dapat menyelamatkan kehidupahjhuo anak yang terpapar stunting. Anak yang sedang terpapar stunting inilah yang kedepan jika tidak diselamatkan tidak akan produktif,” katanya.
Menurutnya, banyak sekali yang bertanya dan meminta kepadanya untuk memasang baliho dan ikut serta meramaikan atribut kampanye di bahu jalan raya, agar masyarakat lebih mengenal namanya.
“Semenjak saya terpilih saya tidak pernah memasang baliho di pinggir jalan raya. Menurut saya kehadirannya tidak dirasakan bermanfaat untuk masyarakat. Saya tidak terlalu suka hadir senyum-senyum sendirian di pinggir jalan, saya lebih suka masyarakat mengenal saya dengan kehadiran saya dan program-program yang bermanfaat yang bisa dihadirkan di tengah masyarakat. Saya selalu ingin kehadiran saya dirasakan kebermanfaatannya,” jelasnya.
“Bukan permasalahan kemampuan, saya lebih memilih mendonasikan apa yang saya punya kepada anak-anak yang membutuhkan terutama yang mengalami stunting dan selama ini jarang mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah. Mereka adalah para generasi masa depan yang perlu dipikirkan dan perlu perhatian agar di masa depan kehidupan mereka bisa lebih layak dan tidak menjadi beban bagi keluarga, karena kondisi fisiknya lemah dan kondisi otak yang tidak berkembang,” sambungnya.
“Bayangkan jika satu harga baliho 1,5 juta saja, uang sejumlah itu jika dikonversi menjadi kebutuhan pangan yang berkualitas dapat menyelamatkan kehidupan anak yang terpapar stunting. Anak yang sedang terpapar stunting inilah yang ke depan jika tidak diselamatkan tidak akan produktif, sedangkan jika kita upayakan penyelamatannya akan dapat menjadi generasi produktif yang membangun bangsa. Itulah yang menjadi pertimbangan saya,” lanjutnya.
Sebagai orang yang sudah lama bergelut di dunia politik, ia ingin memberikan contoh kepada politisi muda atau pendatang baru di dunia politik, agar mendekatkan diri kepada masyarakat dengan terus harus hadir di tengah-tengah masyarakat, mendengarkan keluhan dan memahami apa yang menjadi problem di tengah masyarakat, sehingga terjalin hubungan dari hati ke hati. Seorang politisi tidak boleh memikirkan kekuasaan untuk kepentingannya, tetapi harus memikirkan kekuasaan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan masyarakat.
“Kembali kepada persoalan baliho, menurut saya di era modern dan keterbukaan ini memanfaatkan media sosial sebagai alat pengenalan diri politisi lebih baik. Pemanfaatan media sosial akan jauh lebih efektif dan efisien, serta tidak banyak mengganggu ruang terbuka publik,” jelasnya.
“Kehadiran spanduk yang begitu banyaknya, saya meyakini masyarakat juga kurang terlalu nyaman melihatnya. Saya melihat jika masyarakat juga mengalami kebingungan membacanya karena begitu banyaknya spanduk bertebaran,” sambungnya.
“Baliho atau spanduk hanyalah aksesoris menunjukkan kita sedang ikut terlibat dalam kontestasi dan menurut survei efektivitasnya tidak lebih dari 5 persen. Bukannya saya menolak kehadiran baliho atau spanduk seluruhnya, tetapi cukup membuat dengan sekedar saja, poin pentingnya adalah bagaimana kita memperkenalkan diri kita secara lebih nyaman untuk masyarakat dan sebisa mungkin tidak merusak lingkungan. Jujur saya prihatin melihat pohon-pohon dipaku untuk peraga kampanye,” tambahnya.
“Jika memang kita ingin Allah SWT memberikan alam yang ramah bagi kita, maka ramah lah kepada alam dan lingkungan kita. Banyaknya bencana alam yang terjadi di bangsa ini, tidak lain diawali oleh kelakuan segelintir orang yang mengeruk lingkungan tanpa memperdulikan kelestariannya,” pungkasnya.