“Buya Hasanuddin AS Desak Audit Total Perizinan dan PETI: Demi Selamatkan Hutan Sumatera Barat”
Bencana banjir bandang dan longsor yang kembali melanda Sumatera Barat menjadi alarm keras bahwa daerah ini tengah menghadapi krisis ekologis yang tidak bisa lagi ditunda penanganannya. Curah hujan ekstrem memang menjadi pemicu, namun kerusakan hutan dan rusaknya kawasan ekologis selama bertahun-tahun telah memperparah dampak bencana di berbagai wilayah.
Buya Hasanuddin AS, yang kerap disapa Bang Sandi, merupakan pemerhati kehutanan dan mantan Anggota DPR RI periode 2014–2019. Saat ini ia juga aktif di Departemen Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Agraria DPP IKM. Menurutnya, salah satu akar persoalan yang paling mendesak adalah lemahnya tata kelola perizinan dan pengawasan terhadap kawasan hutan.
“Kita harus jujur bahwa perizinan yang tidak terkendali, alih fungsi kawasan, serta praktik illegal logging telah memperlemah benteng alam kita,” tegasnya.
Tak hanya itu, Bang Sandi menyoroti maraknya PETI (Pertambangan Tanpa Izin) atau praktik tambang ilegal yang terjadi secara masif di sejumlah daerah di Sumatera Barat. Aktivitas ini dianggap memperparah kerusakan hutan, merusak struktur tanah, dan menggangu keseimbangan hidrologis.
“Tambang ilegal yang dibiarkan berjalan tanpa penindakan tegas telah merusak kontur lahan hulu, mencemari sungai, dan menghilangkan vegetasi yang seharusnya menjadi pelindung alam. Ketika terjadi hujan deras, tanah yang sudah tidak stabil itu mudah sekali longsor,” ujar Buya.
Menurutnya, kerusakan hutan lindung, daerah tangkapan air, serta kawasan tambang ilegal yang tidak terkendali menjadi kombinasi yang sangat berbahaya dan memicu rentetan bencana ekologis.
“Ketika hutan tidak lagi utuh dan tanah sudah diganggu aktivitas tambang, maka setiap intensitas hujan tinggi berubah menjadi ancaman,” sambungnya.
Karena itu, Bang Sandi mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap semua kebijakan pengelolaan hutan dan penindakan tambang ilegal, termasuk membuka seluruh data perizinan secara transparan.
“Semua izin harus dibuka, ditinjau ulang, dan dievaluasi objektif. Jika ada aktivitas yang merusak, hentikan. Jika ada izin bermasalah, cabut. Dan untuk PETI, negara harus hadir dengan tegas, tidak boleh ada toleransi,” tegasnya. Ia juga menekankan perlunya teknologi pemantauan hutan dan kawasan tambang untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Selain evaluasi regulasi, Bang Sandi menekankan pentingnya rehabilitasi hutan dan pemulihan daerah aliran sungai (DAS) secara masif dan berkelanjutan.
“Pemulihan ekologi bukan pekerjaan musiman. Ini harus menjadi komitmen jangka panjang demi keselamatan masyarakat dan masa depan lingkungan kita,” jelasnya.Di tengah duka akibat bencana ini, DPP Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) turut menyampaikan belasungkawa yang mendalam.
“Kami berduka atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Sumatera, terutama di Sumatera Barat. Semoga keluarga yang terdampak diberikan kekuatan, dan kondisi daerah kita dapat pulih kembali,” ungkap Bang Sandi.


