DigIndonews.com,Jakarta-Berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan (SPHPN) tahun 2021, prevalensi KBGO tertinggi di Indonesia baik selama hidup maupun maupun setahun terakhir berada pada kelompok umur 15-19 tahun. Dampak KBGO antara lain stress mental atau emosional, kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak aman secara fisik.
KGBO merupakan kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan pada seksualitas atau jenis kelamin dan difasilitasi teknologi. Sesuatu digolongkan sebagai KBGO bila pelaku memiliki motif untuk menyerang seksualitas ataupun jenis kelamin penyintas. Bila tidak maka tergolong kekerasan umum di ranah digital.
“KBGO sedang marak saat ini, dan Komisi I DPR RI sudah merumuskan UU terkait KBGO. Namun, jika tidak dibarengi dengan edukasi kepada masyarakat maka hanya menjadi hal yang sia-sia” ujar Cristina Aryani dalam webinar ngobrol bareng legislator dengan tajuk “Ruang Digital yang Aman dari KBGO” pada Jum’at (24/2/2023).
Afdhal Mahatta, S.H., M.H Dosen Universitas Agung Podomoro sekaligus narasumber dalam webinar memaparkan Indonesia memiliki tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar oleh karena itu, negara wajib memberikan perlindungan terhadap terhadap masyarakat termasuk dari ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Ia memapaarkan, Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif untuk melakukan penipuan melalui media teknologi yang membahayakan data pribadi termasuk kekerasan di bidang online.
Beliau juga memaparkan Bentuk-Bentuk KBGO itu antara lain pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten Ilegal (ilegal content), pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto/video pribadi, pencemaran nama baik, dan rekrutmen online.
Dr. Verdy Firmantoro, S.I.Kom., M.I.Kom (Dosen Komunikasi Politik FISIP UHAMKA) memaparkan bahwa perempuan muda menjadi korban kekerasan berbasis gender online paling rentan. Kekerasan Berbasis Gender Online atau KBGO merupakan praktik kekerasan yang terjadi di ruang digital dengan maksud melecehkan korban berdasarkan gender.
Praktik Doxing menjadi bagian dari praktik KBGO. Doxting adalah penyebaran data pribadi tanpa izin yang disalurkan melalui perentara internet. Doxing sangat membahayakan privasi seseorang, jika informasi tersebut disalahgunakan untuk praktik kejahatan.
Body shaming juga termasuk bentuk pelecehan seksual. Praktik body shaming dicirikan dengan adanya upaya penghinaan atau menjatuhkan seseorang dengan menyebutkan kekurangan fisik.
Beliau juga menambahkan bahwa selama tahun 2022 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak yang dilaporkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak tercatat sebanyak 9588 kasus.
“Dilema KBGO yang ada yaitu posisi korban dalam kasus kekerasan seksual berada dipersimpangan. Dalam konteks tertentu seringkali perempuan mendapat “stigma” sebagai sumber yang memicu munculnya pelecehan. Dan tidak hanya perempuan yang dapat menjadi korban, namun laki-laki juga berpotensi menjadi korban kekerasan, ujar Verdy.